Kekuatan terbesar seorang manusia tersimpan di dalam Jiwanya. Dibandingkan dengan kekuatan yang ada pada badan atau ototnya, Jiwa memiliki kekuatan yang jauh lebih menakjubkan. Dan secara lahiriah, kekuatan Jiwa itu ditampakkan lewat kekuatan otaknya.

Kalau diukur secara bertingkat, kekuatan otot adalah yang paling ‘kasar’ dan ‘lemah’ dibandingkan dengan potensi lain di dalam dirinya. Meskipun, fisik seseorang itu kekar dan kuat, ia akan kalah dengan kekuatan otak. Kekuatan otak adalah kekuatan Jiwa. Maka, yang lebih kuat, dibandingkan dengan kekuatan fisik adalah kekuatan Jiwa.

Kekuatan Jiwa memiliki berbagai dimensinya, yang akan kita bahas dalam bagian ini. Tetapi, kekuatan Jiwa bukanlah yang tertinggi dalam diri seorang manusia. Ia masih kalah dengan kekuatan Ruh. Ruh memiliki ‘kekuatan’ yang jauh lebih besar sebab ia adalah unsur Ketuhanan. Bukan unsur kemanusiaan.

Karena itu, dalam konteks pembahasan kita kali ini, saya tidak akan masuk terlalu dalam untuk mendiskusikan tentang Ruh. Ia adalah misteri terbesar dalam kehidupan manusia, yang kategorinya lebih cenderung kepada ‘unsur Keilahian’.

Manusia memiliki kekuatan dahsyat yang tersimpan di dalam jiwanya. Banyak cara untuk mengetahui kekuatan Jiwa. Sebagiannya telah kita singgung di depan, yaitu mengukur lewat karya-karya pemikiran seseorang. Mulai dari karya-karya seni dan sastra sampai pada teknologi mutakhir yang menakjubkan. Di situlah kita bakal mengetahui seberapa hebat kekuatan Jiwa yang ada di baliknya.

Namun, selain itu ada cara yang terkait dengan aktivitas kelistrikan otak, yang juga menggambarkan betapa hebatnya kekuatan Jiwa yang terpancar lewat gelombang otak seseorang.

Sebagaimana, saya singgung di depan, bahwa ternyata otak memiliki aktivitas elektromagnetik. Karena itu aktivitas otak bisa diukur kelistrikannya dengan menggunakan Electric Encephalo Graph (EEG) atau secara kemagnetan dengan menggunakan Magnetic Encephalo Graph (MEG).

Dua tahun terakhir ini perkembangan pemanfaatan gelombang elektromagnetik otak maju sangat pesat. Akhir tahun 2004 yang lalu, seorang peneliti di Wardsworth Centre, New York, Prof Jonathan Wolpaw, mengumumkan hasil penelitiannya yang sangat menarik tentang Brain Computer Interface (BCI).

Dia telah berhasil membuat alat yang bentuknya seperti topi helm. Topi ini berisi peralatan yang bisa menangkap sinyal-sinyal otak yang terpancar dari dalam batok kepala seseorang yang mengenakannya. Bahkan dalam skala yang lebih luas dibandingkan dengan yang dilakukan oleh peneliti di Cyberkinetics yang menanam chip di kulit otak, yang hanya bisa menangkap sinyal dari maksimal 150 saraf.

Topi itu memungkinkan untuk menangkap sinyal dari permukaan otak yang lebih luas. Sehingga bisa menggambarkan fungsi otak yang lebih komplet, termasuk bisa menerjemahkan fungsi-fungsi luhur seseorang. Di tahun-tahun mendatang kita akan menyaksikan betapa rahasia otak dan jiwa akan semakin terkuak secara lebih transparan.

Ini sebetulnya memberikan petunjuk kepada kita, bahwa otak kita berfungsi sebagai pemancar gelombang elektromagnetik. Dan, pancaran gelombang elektromagnetik itu dimiliki oleh manusia secara universal. Bahkan, bukan hanya pemancar, otak kita juga berfungsi sebagai receiver alias penerima gelombang elektromagnetik.

Selain lewat saraf-saraf sensorik seperti panca indera, otak kita sebenarnya bisa melakukan interaksi secara langsung lewat mekanisme radiasi elektromagnetik. Sebab, ia memang memiliki pemancar dan receiver. Persis seperti ketika kita ngobrol antar breaker, Orari. Cuma, tanpa peralatan. Langsung menggunakan ’sirkuit otak’ secara alamiah.

Salah satu contoh yang paling nyata barangkali adalah telepati. Setiap kita sebenarnya bisa melatih diri untuk bisa berbicara secara telepati. Ini adalah cara, dimana seseorang bisa berbicara dengan orang lain tanpa menggunakan suara melainkan lewat gelombang otak. Orang awam mengatakan berbicara ‘dari hati ke hati’ artinya menggunakan bisikan hati, tanpa bersuara.

Bagaimanakah hal itu bisa terjadi? Sebenarnya sederhana saja. Semua itu bisa terjadi karena otak memiliki aktivitas elektromagnetik, yang terpancar secara radiatif keluar batok kepalanya. Bagaikan antena radio atau televisi. Dan, sekaligus bisa menerima getaran elektromagnetik dari orang lain. Dimanakah antena pemancar dan penerima itu berada? Pemancarnya ada di dalam batok kepala kita, sedangkan penerimanya berintegrasi dengan organ jantung.

Sebenarnya jantung adalah bagian dari sistem penerima (receiver) gelombang otak. Tapi, tidak berdiri sendiri. Sebagaimana juga indera yang lain.

Katakanlah mata, ia adalah bagian dari sistem saraf sensorik yang menuju ke otak. Tugas mata adalah menangkap getaran gelombang cahaya untuk diteruskan oleh sistem saraf penglihatan menuju pusat penglihatan di otak.

Demikian pula pendengaran, ia adalah bagian dari sistem saraf pendengaran yang juga berpusat di otak. Aroma yang tertangkap oleh ujung-ujung saraf penciuman dikirim sebagai sinyal-sinyal listrik menuju otak.

Demikian pula dengan jantung alias hati. Ia adalah bagian dari sistem ‘pemahaman’. Fungsi jantung, selain sebagai alat pompa darah, ia juga memiliki kepekaan terhadap penerimaan getaran gelombang elektro magnetik.

Karena itu, sistem kelistrikan jantung sangat terkait erat dengan aktivitas kelistrikan otak. Jika otak memberikan sinyal gembira, maka kelistrikan jantung akan ikut menyesuaikan, sehingga denyut jantung pun ikut ‘gembira’. Sebaliknya, jika otak mengirimkan sinyal kesedihan, denyut jantung akan ikut menggambarkan kesedihan.

Tapi, jantung memang tidak berdiri sendiri sebagai ’sensor pemahaman’. Dia hanya berfungsi sebagai sensor penangkap getaran. Pusat pemahamannya tetap berada di otak. Jantung hanya menjadi salah satu simpul mekanisme elektromagnetik tersebut.

Tidak seperti sensor mata, atau telinga, atau hidung yang terhubung dengan serabut saraf menuju otak, sistem ‘jantung otak’ dalam konteks ’sensor kefahaman’ ini terjalin lewat radiasi elektromagnetik.

Kelistrikan jantung yang bisa berfungsi secara otonom ikut memberikan gambaran tersebut. Di dalam jantung ada sekelompok sel yang bisa menghasilkan kelistrikan secara otomatis. Posisinya ada di atrium kanan jantung, dekat muara vena cava superior dan inferior. Sel-sel khusus yang bergetar secara otomatis dengan frekuensi 72 getaran per menit itu berfungsi sebagai pace maker, dan frekuensinya meningkat atau menurun secara otomatis seiring dengan kebutuhan pemompaan jantung.

Rangsangnya berasal dari luar saraf eksternal jantung. Ketika, kondisi tubuh membutuhkan aliran darah yang lebih banyak, denyut jantung akan meningkat, sesuai permintaan. Begitu pula sebaiknya, jika kondisi badan melemah, ia akan merangsang jantung untuk berdenyut lebih pelan.

Selain, kelistrikan otomatis itu, jantung ternyata juga memancarkan kemagnetan. Ini seperti yang terjadi di otak. Medan kemagnetan jantung besarnya sekitar 5 x 10 (-11) Tesla, atau sekitar 1/1 miliar kali medan magnet bumi.

Pengukuran kemagnetan jantung kini bisa dilakukan dengan menggunakan alat MCG (Magneto Cardio Graph). Pasiennya dimasukkan ke dalam ruang kedap medan magnet berlapis 5, lantas dilakukan pengukuran selama kurang dari 1 menit. Maka, terukurlah kemagnetan jantung seseorang.

Sedangkan kemagnetan otak besarnya hanya sekitar 10 (-13) Tesla, pada saat otak dalam kondisi ‘terjaga’, yaitu pada saat otak memancarkan gelombang alfa di frekuensi 8 - 13 Hz. Berarti sekitar seper lima ratus kemagnetan jantung. Itu terjadi saat seseorang dalam kondisi rileks.

Sayangnya, pengukuran kekuatan elektromagnetik otak dan jantung ini belum bisa menyibak rahasia yang ada di balik informasi di dalamnya. Yang terukur lewat alat-alat itu hanyalah kuat gelombang dan frekuensinya, tapi bukan ‘makna’ yang tersimpan di dalamnya. Padahal sebenarnya ‘energi makna’ jauh lebih dahsyat dibandingkan dengan energi elektromagnetik.

Kekuatan energi sebanding dengan tingkat kehalusan gelombangnya. Semakin tinggi frekuensi, semakin tinggi pula energi. Semakin kasar gelombang nya, semakin rendah pula energinya.

Contoh, energi mekanik adalah energi yang paling kasar. Maka, kekuatan yang dihasilkan oleh energi mekanik masih kalah dengan kekuatan yang dihasilkan energi listrik atau energi kimiawi. Tapi energi listrik atau kimiawi bakal kalah dengan energi atom atau nuklir. Sedangkan energi nuklir bisa kalah oleh energi ‘Makna’.

Energi ‘makna’ itulah yang tersimpan di dalam Al-Qur’an. Yang oleh Allah dikatakan bisa menghancurkan gunung. Bahkan orang mati pun dapat berbicara kembali karenanya, dengan seizin Allah. Itu difirmankanNya dalam beberapa ayatNya.

QS. Al Hasyr (59) : 21
Kalau sekiranya Kami menurunkan Al-Qur’an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir.

QS. Ar Ra’d (13) : 31
Dan sekiranya ada suatu bacaan (kitab suci) yang dengan bacaan itu gunung-gunung dapat digoncangkan atau bumi jadi terbelah atau oleh karenanya orang-orang yang sudah mati dapat berbicara, (tentu Al-Qur’an itulah dia). Sebenarnya segala itu adalah kepunyaan Allah. Maka tidakkah orang-orang yang beriman itu mengetahui bahwa seandainya Allah menghendaki (semua manusia beriman), tentu Allah memberi petunjuk kepada manusia semuanya. Dan orang-orang yang kafir senantiasa ditimpa bencana disebabkan perbuatan mereka sendiri atau bencana itu terjadi dekat tempat kediaman mereka, sehingga datanglah janji Allah. Sesungguhnya Allah tidak menyalahi janji.

Dua ayat di atas menggambarkan betapa dahsyatnya energi makna yang terkandung di dalam Al-Qur’an. Energi yang bisa menghancurkan gunung atau mengidupkan orang mati. Secara tersirat Allah menggambarkan betapa Energi Makna itu lebih dahsyat dari energi kimiawi dan energi atomik, yang mengikat material penyusun gunung.

Sebagaimana kita ketahui, gunung tersusun dari atom-atom yang mengikatkan diri menjadi molekul, dan kemudian membentuk batu-batuan penyusun badan gunung. Ternyata energi ikat yang menyatukan atom dan molekul-molekul itu bisa tercerai-berai akibat Energi Makna yang dikenakan padanya.

Dalam diskusi yang dulu, saya pernah menjelaskan, bahwa manusia yang bergerak dengan kecepatan tinggi (mendekati kecepatan cahaya) badannya juga bisa tercerai berai menjadi atom-atom. Atau bahkan menjadi pertikel-partikel sub atomik. Ini disebabkan, energi ikat partikel-partikel itu kalah oleh energi yang timbul akibat kecepatan tersebut.

Dalam peristiwa yang berbeda, ‘Energi Suara’ juga bisa difokuskan untuk menghancurkan onggokan benda tertentu. Kalau ada suara dengan intensitas dan frekuensi yang dipusatkan kepada suatu benda, maka suatu ketika benda itu bisa hancur. Karena kekuatan ikatan molekul-molekulnya kalah oleh energi suara yang dihasilkan.

Secara tidak langsung, hal itu terbukti pada kejadian ’sonic boom’ alias ‘bom suara’ Biasanya, terjadi ketika ada sebuah pesawat jet terbang sangat rendah. Jika di dekatnya ada rumah berkaca, maka seringkali terjadi kaca-kaca rumah itu hancur terkena getaran suara yang sangat keras dari mesin jet. Kaca-kaca itu hancur disebabkan oleh suara jet dengan intensitas sangat tinggi yang ‘menghantam’ kaca-kaca tersebut. Kejadian semacam sonic boom itu juga digambarkan oleh Allah di dalam Al-Qur’an, bahwa gelombang suara bisa memiliki energi besar yang bersifat menghancurkan, dan mematikan.

QS. Huud (11) : 67
Dan satu suara keras yang mengguntur menimpa orang-orang yang zalim itu, lalu mereka mati bergelimpangan di rumahnya.

QS. Huud (11) : 94
Dan tatkala datang azab Kami, Kami selamatkan Syu’aib dan orang-orang yang beriman bersama-sama dengan dia dengan rahmat dari Kami, dan orang-orang yang zalim dibinasakan oleh satu suara yang mengguntur, lalu jadilah mereka mati bergelimpangan di rumahnya.

QS. Al Hijr (15) : 83
Maka mereka dibinasakan oleh suara keras yang mengguntur di waktu pagi,

QS. Al Mu’minuun (23) : 41
Maka dimusnahkanlah mereka oleh suara yang mengguntur dengan hak dan Kami jadikan mereka (sebagai) sampah banjir maka kebinasaanlah bagi orang-orang yang zalim itu.

QS. Al Ankabuut (29) : 40
Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya, maka di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, dan di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.

QS. Al Hijr (15) : 73
Maka mereka dibinasakan oleh suara keras yang mengguntur, ketika Matahari akan terbit.

Dalam cerita itu, tergambar betapa suara yang yang terkonsentrasi dengan intensitas tinggi bisa menghasilkan energi dahsyat yang menghancurkan. Kekuatannya bisa mengalahkan energi ikat kimiawi yang ada pada benda-benda yang dikenainya. Bahkan mungkin, kalau dikonsentrasikan lebih fokus lagi, bisa mengalahkan energi ikat molekulernya. Benda-benda itu bukan hanya hancur menjadi serpihan, melainkan terburai menjadi molekul-molekul penyusunnya.

Nah, gelombang ‘Makna’ bisa memiliki energi yang jauh lebih besar dari gelombang suara. Kalau gelombang suara saja bisa menghancurkan benda dan mematikan makhluk hidup, maka energi yang muncul dari gelombang ‘makna’ bisa menghancurkan gunung dan menjadikan orang mati bisa bicara.

Kenapa bisa demikian? Sebab yang ‘diserang’ oleh gelombang makna bukan pada struktur benda atau material kimiawi atau fisiknya, melainkan pada substansi dasar yang tersimpan di balik struktur benda.

Pada benda mati, substansinya ada pada ‘sesuatu’ yang menjadi peralihan antara benda dan energi. Sedangkan pada makhluk hidup, substansinya berada pada program-program genetiknya.

Seperti pernah saya sampaikan sebelumnya, bahwa substansi dasar benda di alam semesta ini sebenarnya bukanlah materi atau energi. Melainkan ’sesuatu’ yang menjembatani materi dan energi. Sampai sekarang, ’sesuatu’ itu memang belum terdeteksi sempurna.

Tapi, kecurigaan ke arah itu semakin besar. Pada skala sub atomik, partikel-partikel penyusun benda menunjukkan ukuran yang semakin kecil, dan semakin kecil. Atom yang dulu dianggap sebagai bagian terkecil dari benda, ternyata juga tersusun dari puluhan bahkan ratusan partikel.

Dan menariknya, kini partikel-partikel itu juga diketahui tersusun dari sesuatu yang berukuran lebih kecil lagi yang disebut Quark, semacam pilinan energi. Mulai terungkap juga, bahwa Quark itu juga tersusun dari sesuatu yang lebih kecil lagi, dan seterusnya.

Pada suatu ketika partikel yang masih bersifat materi, tiba-tiba lenyap sifat materinya dan berubah menjadi energi. Di ‘peralihan’ itulah sebenarnya substansi dasar keberadaan segala sesuatu. Materi dan energi hanyalah sekadar penampakan dari ’sesuatu’ itu. Kadang tampak sebagai materi, kadang tampak sebagai energi.

Nah, gelombang Makna bekerja pada ’sesuatu’ yang berada di peralihan antara materi dan energi tersebut. Maka, energi ini sebenarnya memiliki potensi yang lebih dahsyat dibandingkan dengan energi nuklir. Sebab energi nuklir bekerja pada struktur inti atom, yaitu energi ikat antara partikel-partikel penyusun atom. Sedangkan energi Makna bekerja pada bagian yang lebih halus lagi yaitu penyusun partikel-partikel. Atau ‘penyusun’ energi-energi.

Sementara itu, pada makhluk hidup, energi Makna bekerja pada sistem pemrograman yang ada di dalam inti sel. Sistem pemrograman itulah yang menjadi inti dari kehidupan. Jika program di dalam inti selnya memerintahkan proses-proses yang mengarah pada kehidupan, maka makhluk yang sudah mati pun bakal hidup kembali. Sebaliknya, jika program tersebut memerintahkan terjadinya proses-proses yang mengarah pada kematian, maka makhluk hidup pun bakal mengalami kematian.

Hal ini dikemukakan oleh Allah di dalam berbagai firmanNya. Bahwa penciptaan segala sesuatu dimulai dengan perintah : ‘kun fayakun’ (jadi, maka jadilah). Artinya, segala sesuatu memang dimulai dari energi informasi atau energi Makna yang tersimpan di dalam Perintah itu. Energi Penciptaan yang demikian dashyat itu tersimpan di dalam Makna kalimat ‘kun fayakun’

QS. Al A’raaf (7) : S4
Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.

QS. Al Hajj (22) : 65
Apakah kamu tiada melihat bahwasannya Allah menundukkan bagimu apa yang ada di bumi dan bahtera yang berlayar di lautan dengan perintahNya. Dan Dia menahan (benda-benda) langit jatuh ke bumi, melainkan dengan izin-Nya? Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada Manusia.

QS. Yasin (36) : 82
Sesungguhnya perintah-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: “Jadilah!” maka teriadilah ia.

Ayat yang terakhir ini, sangat jelas mengatakan bahwa jika Allah ‘Menghendaki’ sesuatu, maka Dia cukup memberikan PerintahNya dengan kalimat “Kun’ (jadilah), maka jadilah ia. Itulah inti utama dari seluruh pemrograman yang tersimpan di dalam inti sel makhluk hidup, maupun yang tersimpan di dalam inti atom berupa ’sesuatu’ yang menjadi peralihan antara materi dan energi.

Coba ingat perkembangan terakhir dari penemuan Brain Computer Interface (BCI), bahwa seseorang bisa mengoperasikan peralatan-peralatan elektronik hanya dengan kehendaknya saja, lewat sebuah program-program komputer.

Dalam skala yang lebih besar, itulah yang terjadi dengan alam semesta, yang dikendalikan oleh Allah. KehendakNya berjalan lewat sebuah ‘Komputer’ berupa bahasa ‘Pemrograman’ yang tersimpan di bagian-bagian elementer penyusun benda dan makhluk hidup di sekitar kita …